Hue adalah sebuah kota di sentral Vietnam berpenduduk 950 ribu jiwa. Pernah menjadi ibu kota Vietnam dari 1802 sampai 1945, Hue terkenal dengan atraksi historisnya, berupa istana di dalam citadel dan makam raja-raja. Letaknya yang dekat dengan perbatasan Vietnam Utara dan Selatan dulu membuat kota ini menjadi saksi pertempuran antara kekuatan komunis di Utara dan kapitalis di Selatan.
Seorang penjaga di istana bersejarah di Hue, Vietnam. Foto: AP/Chitose Suzuki
Hue dapat ditempuh dengan pesawat, bis dan kereta api. Jika Anda punya waktu banyak, bepergian dengan bis atau kereta api menjadi kenikmatan tersendiri untuk mencapai kota ini. Dari Hanoi atau Ho Chi Minh City, butuh waktu 20 jam perjalanan dengan kereta api untuk mencapai Hue. Saya sendiri menggunakan kereta api dari Ho Chi Minh City, melalui kota-kota seperti Nha Trang dan Da Nang.
Jika Anda berkesempatan berkunjung ke Hue, berikut beberapa atraksi yang dapat dilihat dalam sehari:
Imperial Palace
Melihat denahnya, kelihatan sekali bahwa kota ini adalah bekas kompleks kerajaan, dengan sebuah citadel di pusatnya. Area persegi yang dikelilingi “parit” dan dinding-dinding tinggi mendominasi peta kota. Di dalamnya terdapat istana besar kaisar Dinasti Nguyen. Tata letaknya mirip dengan Kota Terlarang di Beijing, Republik Rakyat Cina. Sayang, kompleks ini sempat hancur dibom Amerika Serikat pada 1968.
Pengunjung dikenakan biaya masuk 55 ribu dong (sekitar Rp27.500). Jika ingin berkeliling ke kompleks yang lebih luas di bagian dalam, Anda mungkin tertarik untuk menyewa taksi. Di dalamnya terdapat beberapa galeri dan museum. Sempatkan juga berpose sebagai “ningrat” di dalam dan duduk di “tahta” untuk memorabilia.
Seorang perempuan mengenakan pakaian tradisional Vietnam sedang berjalan di citadel istana bersejarah Hue, Vietnam. Foto: AP/David Longstreath
Makam-Makam Kaisar
Ada beberapa kompleks makam kekaisaran yang tersebar di bagian selatan kota. Untuk mencapainya Anda perlu bis atau kapal. Saya sarankan ikut tur sehari yang hanya bertarif USD8-10 (Rp70 ribu - Rp85 ribu). Kunjungan ke makam-makam ini menarik jika Anda suka dengan sejarah Indochina dan arsitekturnya. Gayanya tidak sama dengan makam apapun di Indonesia, karena pengaruhnya lebih banyak ke Tiongkok/Timur Jauh.
Ada beberapa makam, antara lain: Minh Man, Tu Duc, Khai Dinh, Gia Long, Thieu Tri, Duc Duc, Thanh Thai & Duy Tan, Dong Khanh. Yang saya tangkap dari semua itu adalah mereka membuat makam-makam ini begitu indah. Dengan tataletak dan arsitektur ala Tiongkok, kondisinya cukup terawat. Beberapa makam yang dikelilingi telaga nuansanya sangat menenangkan, tidak terasa seperti makam.
Makam Kaisar Tu Duc yang dikelilingi oleh telaga. Foto: AP/Chitose Suzuki
Pagoda
Pagoda Thien Mu juga tak kalah menariknya dari kompleks kekaisaran dan makam-makam tadi, hanya luasnya yang tidak begitu besar. Pagoda ini terletak di sebelah barat kota, di pinggir Sungai Parfum (ya, namanya Perfume River). Di depannya terdapat menara tujuh tingkat. Di tengah kompleks terdapat biara untuk para biksu yang tinggal di situ.
Para turis yang mengunjungi Pagoda Thien Mu di pinggir Sungai Parfum. Foto: AP/Chitose Suzuki
Menurut saya yang paling menarik adalah sebuah mobil antik warna biru yang dipajang di sisi barat. Mobil inilah yang disetir oleh seorang biksu bernama Thich Quang Duc ke Saigon pada 1963, ketika dia turun dan langsung membakar dirinya hidup-hidup sebagai protes represi kebebasan beragama oleh rezim saat itu.
Setelah puas di Hue, naiklah kereta api ke Da Nang untuk lanjut ke Hoi An, sebuah kota historis lainnya.
Sigit Adinugroho dapat dikunjungi di blog perjalanannya, www.ranselkecil.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar