Search

Sabtu, 24 Oktober 2009

Fotografi : Street Photography

Street photography merupakan jenis fotografi yang mengkhususkan pengambilan gambar secara candid tentang aktifitas kehidupan masyarakat urban. Banyak hal yang menarik dalam kehidupan urban diperkotaan, tempat masyarakat menjadi elemen penting representasi visual. Setiap kota punya tipikal kehidupan dan bangunan fisik berbeda-beda. Kehidupan kota divisualisasikan dengan keinginan sekaligus kebalikannya. Daerah perkotaan memberikan tampilan foto yang erat pada kehidupan orang ditrotoar dengan mode baju yang dikenakan, lalu lintas, pedagang, transportasi, dan keunikan lain.


Memang street photography tidak mengarah pada persoalan sosial, melainkan lebih bertumpu pada dinamika kehidupan masyarakat urban. Determinasi itu menghindari overlapping dalam deskrepsi foto jurnalistik. Karakteristik street photography tentu lebih menekankan pemotretan subjek apa adanya, tanpa mengarahkan, bahkan lebih bersifat snapshot. Unsur kejelian, selektifitas dalam memilih objek, sangat dibutuhkan, sementara menungu merupakan waktu yang terberat untuk mendapatkan decisive moment. Sementara itu, sifat momen, pilihan arah cahaya, bentuk geometris, dan warna menjadi bagian yang juga ditekankan pada foto ini.


Sejak pascatragedi serangan gedung kembar WTC 11 September 2001, street photography yang dilakukan orang ketika bepergian menjadi isu sensitif karena kecurigaan yang berlebihan terhadap aktifitas memotret di jalur pedestrian. Memang kecurigaan itu sangat diskriminatif dalam melihat orang. Kita jadi tidak jadi sebebas dulu ketika memotret di kawasan bisnis, wilayah skyscraper, terminal, maupun subway, Sesekali petugas di sekitar tempat tersebut akan menannyakan keperluan pemotretan. Teguran itu biasanya dialamatkan kepada fotografer yang beraktifitas sendirian. Ada juga pemotretan yang berujung pada interogasi polisi.


Mengidentifikasi wilayah publik dan privat dalam pendekatan tekstual menjadi kompleksitas pembagian ruang yang ambigu bagi dunia fotografi. Alasan regulasi, otoritas kepemilikan, maupun ranah hukum menjadi tumpang tindih. Tidak adanya aturan tertulis tentang wilayah publik dan wilayah privat mengakibatkan ketidakjelasan itu. Sebenarnya, area publik merupakan ruang terbuka bagi masyarakat umum. Sedangkan area privat adalah wilayah yang spesifik dalam kepemilikan individu, sekelompok individu, ataupun institusi.


Seuatu yang otonom bisa didekatkan pada wilayah privat karena dasar legitimasi otoritas. Memang harus diakui, banyak yang memprivatkan wilayah publik dalam regulasi ilegal untuk kepentingan kepemilikan atau bisnis. Area publik itu dijadikan properti yang bersifat prifat oleh masyarakat.


Di area publik tidak ada larang untuk memotret. Yang termasuk wilayah publik adalah jalan, jalur pedestrian, pantai, taman, airport, pelabuhan, terminal bus, maupun stasiun kereta api. Namun, khusus airport, ada daerah terlarang untuk difoto, seperti ruang imigrasi dan runway. Sedangkan di lingkungan lembaga pendidikan mulai playgroup, TK, SD, SMP, hingga SMA, kita diwajibkan untuk meminta izin otoritas yang berwenang, seperti kepala sekolah. Khusus di kompleks kampus, wilayah public merupakan area yang sangat tentative, kecuali dalam kelas.


Sementara itu, kantor polisi, instasnsi militer, pengadilan, rumah sakit, dan rumah tahanan merupakan wilayah yang sangat sensitive untuk aktifitas pemotretan, kecuali dengan izin.


Dunia fotografi juga mengenal area privat yang terbuka untuk umum. Misalnya tempat hiburan, hotel, bioskop, restoran, salon, tempat wisata, museum, maupun shopping center. Di wilayah-wilayah itu ada yang membebaskan untuk aktifitas pemotretan, ada yang sangat melarang, ada juga yang meminta bayaran bila aktifitas fotografi itu ditujukan untuk kepentingan komersial.


Di Amerika, Australia, maupun Singapura, memotret di plaza atau mal bukan kegiatan yang dilarang, sepanjang tidak berada dalam outlet. Tetapi, di Indonesia memotret di plaza kerap dilarang. Sebab, ada kekhawatiran bahwa pemotretan itu dilakukan untuk kepentingan penjiplakan desain interior.


Wilayah larangan lain adalah pabrik, industri, bank, bursa efek, dan rumah pelacuran. Sementara itu, rumah pribadi, apartemen, kamar hotel dan ruang dalam mobil menjadi area privat. Ruang mobil menjadi area privat dengan mengacu pada kasus kematia Putri Diana pada 1997, saat para fotografer mengabadikan si putrid dalam mobil dengan kondisi mengenaskan. Persoalan tersebut kemudian dibawa ke pengadilan. Meski para paparazzi tidak ditahan, kasus itu akhirnya menjadi regulasi baru dalam dunia fotografi bahwa ruang mobil termasuk wilayah privat.


Memotert bukan lagi sesuatu yang bebas dimiliki setiap orang. Kini banyak aturan tak tertulis yang membatasi kegiatan memotret. Mengapa memotret kimi diikuti bermacam regulasi? Sebab, selalu ada kepentingan dibalik foto. Foto tidak dipresepsi apa adanya. Karena bisa dibisniskan, foto dapat digunakan untuk memplagiat karya orang atau mengungkap keburukan tersmbunyi, bahkan dimanfaatkan untuk kegiatan spionase. Padahal, aktifitas pemotretan bisa jadi hanya ditujukan untuk dokumentasi pribadi, kenang-kenangan, atau bahan refrensi. Tapi, tidak bagi pemilik otoritas area privat.


Dikutip dari Yuyung Abdi (redaktur foto Jawa POS)

Tidak ada komentar: