Search

Kamis, 29 Oktober 2009

Tugas Etika Profesi

Etika Profesi

1. Pengantar

Etika Profesi, yang penulis lihat mungkin agak tereliminir dari aktualisasi di lapangan atau dari minat para mahasiswa – karna jauh dari teknis, yang bisa memenuhi dahaga keingintahuan - ternyata menyimpan pesona (kelebihan, advantage) lain tersendiri.

Berangkat dari pemikiran bahwa Etika Profesi – yang berhubungan dengan etos kerja – ini sanggup menjadi sisi positif bagi karakteristik seseorang (maupun institusi & korporasi), yang sulit ditiru. Ia tergambar dari operasional keseharian tiap unit, ia mempengaruhi (langsung atau tidak) efektifitas dan efisiensi, baik waktu, fikiran, emosi & sumber daya, yang menjadi kekuatan untuk lebih kompetitif. Ia lebih atau sama pentingnya dengan semua resource yang dimiliki oleh seseorang (atau badan).

Maka telah penulis ‘temukan’ betapa hal ini bisa merombak paradigma kitatentang ke-nonteknis-an Etika Profesi (jika dianggap sebagai satu disiplin ilmu maupun tidak). Bahwa ia sanggup sinkron dengan tujuan akhir, kultur, dan operasional profesi kita yang beragam.

2. Deskripsi Etika dan Etiket

Demi meluaskan sudut pandang, dan mencari titik temu yang mungkin tak kasat mata atau masih absurd terasa, pertama akan dibahas etimologis dari etika & etiket itu, beberapa perumpamaan, kaitannya dengan disiplin ilmu lain, dan posisinya diantara bidang yang terkait. Karna kita kenal selain etika profesi, pada susunan hirarkinya ada Etika Bisnis, Etika Investasi, dll, yang jika dikaji lebih jauh adalah tentang apa yang penulis sebut TTM (Tindak Tanduk Manusia)....”.

2.1 Dari sudut Etimologi (kebahasaan)

(Merangkum definisi dasar dari berbagai sumber...)

Etika

1. Berasal dari bahasa Yunani kuno.
• Ethos (tungal) : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaanadat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
• Ta etha (jamak) : adat kebiasaan.
2. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens, 2000)
• Etika berarti : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”.
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Depdikbud, 1988 - mengutip dari Bertens 2000) :
• ilmu tentang apa yang baik & buruk dan tentang hak & kewajiban moral (akhlak);
• kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak;
• nilai mengenai benar & salah yang dianut suatu golongan masyarakat.

Etiket

1. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia beberapa arti kata “etiket” :
• Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
• Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

2.2 Benang merah antara etika dan etiket

Adalah mengatur moral, tingkah laku, dimana etiket lebih ke sopan santun kita (‘hanya’) dalam sosial, dan etika lebih merujuk pada motivasi internal untuk selalu bertindak benar, bagus, dan tepat. Dalam (penyesuaian) sosial ataupun tidak.

2.3 Lalu apa perbeda Etiket dan Etika ?

K. Bertens dalam bukunya “Etika” (2000) memberi 4 perbedaan Etiket dan Etika :

Perbedaan 1
Etiket menyangkut bagaimana (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
Misal : Ketika menyerahkan sesuatu kepada orang lain, gunakan tangan kanan. Jika tidak, maka dianggap melanggar etiket.

Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri.
Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau kiri.

Perbedaan 2
Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.

Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain.
Misal : Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

Perbedaan 3
Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.

Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

Perbedaan 4
Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik.
Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

3. Mengapa orang yang beretiket berkemungkinan untuk munafik, tetapi orang yang beretika tidak mungkin munafik


Menurut perspektif penulis pribadi, ini semacam formula dasar dalam kajian moral, etika, etiket. Dimana secara logis “tiap manusia punya kebutuhan”, jika “kita adalah manusia” maka “kita punya kebutuhan”.

Finansial-nonfinansial, biologis-psikologis, mental-spiritual, real-absurd, jangka pendek-jangka panjang, dan lain sebagainya.


Namun selenjutnya, apakah hanya kita manusia di lapangan (dunia) real-nya Tentu bukan, dan inilah peran Etika Profesi (dari sudut pandang bahwa manusia butuh berprofesi), Etika Bisnis (bahwa tiap mnusia punya bisnisurusannya sediri), Etika Investasi (tiap manusia punyi visi dalam berivestasi), dll. Agar “persaingan tak sehat” bisa diminimalisasi (jikalau tak bisa dihilangkan secara permanent, berhubung dari sudut sosial tiap interaksi akan menimbulkan setidaknya konflik, kerjasama, dan persaingan)

Lalu, mengapa orang yang beretiket berkemungkinan untuk munafik Merujuk pada definisi yang telah dikemukakan beberapa ahli diatas sebelumnya, etiket lebih ke “sopan santun didepan orang”, ia belum menjamin bahwa seseorang benar benar sopan, bisa jadi itu hanya tampak luar, penampilan semu, namun menyimpan sesuatu “yang tersembunyi” dibalik itu.

Tetapi orang yang beretika tidak mungkin munafik, karna dalam dirinya tertanam jiwa, intuisi, dan motivasi internal untuk selalu bersikap dan bertindak baik, bagus dan tepat, dimanapun “posisinya”. Jika tidak mempunyai sifat tersebut berarti seseorang belum bisa disebut beretika, atau “hanya setengah-setengah”.

Adapun alasan “dorongan” internal beretika tersebut bisa disebabkan ke-tauhid-annya yang matang (bukan masalah reliji), bahwa Tuhan (Sang Pencipta) selalu mengetahui tindakannya. Atau kultur, tradisi, kebiasaan yang tertanam sejak kecil. Ataupun kesadaran lain seperti mengetahui bahwa beretika atau beretos kerja (sebagai seorang profesional) merupakan nilai lebih dari dirinya, yang ia sadari ini menyangkut karakteristiknya (juga institusi & korporasi tempat ia berada) yang sulit ditiru, dan ini tergambar dari operasional kesehariannya, ini mempengaruhi (langsung atau tidak) efektifitas dan efisiensi, baik waktu, fikiran, emosi & sumber daya, yang menjadi kekuatannya untuk lebih kompetitif. ini lebih atau sama pentingnya dengan semua resource yang dimilikinya (atau kelompok kerjanya). Inilah yang akan membangun reputasi, dan selanjutnya mempertahankan pestasinya.

3. Penutup

Maka telah kita ketahui bahwa Etika dan Etiket merupakan aspek penting bagi kita seorang profesional/praktisi. Dengan memegang Etika Profesi bukanlah beban bagi kita, namun pembentuk, pengarah, dan invisible manager (penuntut/pembimbing tak kasat mata) bagi kita.

...Bahwa relatif mudah mencapai tingkatan yang kita inginkan, namun untuk bertahan disana, dituntut watak..

...Dan watak bukanlah yang tampak, namun adalah yang tidak tampak...

Tidak ada komentar: